Ida Bagus Mantra dan Gubernur Bali dari Jaman ke Jaman

                                         Prof. Dr. IDA BAGUS MANTRA

                                                                                                  
Ida Bagus Mantra lahir pada tanggal 8 Mei 1928.
Ayahnya; Ida Bagus Rai adalah seorang pedanda
(pendeta Hindu) di Gria Kedaton. Suasana
spiritual di dalam Gria tersebut membentuk        
identitas dan jati diri Ida Bagus Mantra kecil
tumbuh sebagai pribadi santun yang religius.
Dalam perjalanan hidupnya Ida Bagus Mantra,
mendalami sastra Timur di AMS (Algemene
Middelbare School) Makasar (1947-1949),
kemudian melanjutkan studinya di Visva Bharati
University Santiniketan West Bengal, India;
perguruan tinggi yang didirikan oleh
Rabindranath Tagore.
Gelar masternya diraih tahun 1954 sedangkan
gelar doktor ia sandang pada tahun 1957 dengan
desertasi yang berjudul “Hindu Literature and
Religion in Indonesia”.
Ida Bagus Mantra adalah tokoh di balik
berdirinya Fakultas Sastra Udayana Cabang
Universitas Airlangga Surabaya yang diresmikan
tanggal 29 September 1958.
Fakultas Sastra Udayana tersebut diharapkan
menjadi sumber inspirasi dan motivasi di dalam
menggali, mengajegkan, dan mempertahankan
kebudayaan Bali.
Pada tahun 1962-1964 Prof. Dr. Ida Bagus
Mantra diangkat sebagai Dekan Fakultas Sastra,
di samping ikut serta secara aktif membidani
Universitas Udayana Denpasar. Karenanyalah ia
kemudian dipercaya menjabat sebagai Rektor
Universitas Udayana yang pertama (1964-1968),
di mana “Kebudayaan” dijadikan ciri utama Pola
Ilmiah Pokok pada Universitas Udayana Denpasar.
Selanjutnya Ida Bagus Mantra juga menggagas
terbentuknya Maha Widya Bhawana Institut
Hindu Dharma (IHD) pada tanggal 3 Oktober 1963,
yang sekarang menjadi Universitas Hindu
Indonesia Denpasar.
Di samping itu, Ida Bagus Mantra juga tercatat
sebagai salah seorang pendiri Parisadha Hindu
Dharma Bali, pada tanggal 23 Pebruari 1959
dalam pertemuan di Fakultas Sastra Udayana,
yang merupakan cikal bakal dari Parisadha Hindu
Dharma Indonesia sebagai lembaga majelis
tertinggi umat Hindu di Indonesia.
Melihat dedikasinya pada dunia pendidikan yang
luar biasa, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra,
kemudian dipercaya oleh pemerintah menjabat
sebagai Direktur Jendral Kebudayaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam
kurun waktu sepuluh tahun (1968-1978).
Selama dasawarsa kepemimpinannya sebagai
Direktur Jendral Kebudayaan, Prof. Dr. Ida
Bagus Mantra, menunjukkan kiprah nyatanya
bagi Bali dalam banyak hal, seperti;
pembangunan, renovasi pura, antara lain Pura
Besakih, Pura Pulaki dan sebagainya; dan
kemudian membangun pusat-pusat aktivitas
budaya, seperti pembangunan Taman Budaya
Denpasar (Art Center Denpasar), pembangunan
sasana budaya dibeberapa kabupaten seperti
Kabupaten Buleleng, Kabupaten Gianyar, dan
sebagainya; juga menggali, mengayakan, seni-
budaya yang hampir punah maupun yang masih
berkembang dalam masyarakat; berikut
menggiatkan pembangunan dan rehabilitasi
museum dan kepurbakalaan.
Kepemimpinannya yang mengagumkan, akhirnya
mengusung Prof. Dr. Ida Bagus Mantra
menduduki jabatan Gubernur Bali.
Pada tahun pertama perioda jabatannya,
tepatnya tahun 1978 Prof. Dr. Ida Bagus Mantra
sebagai Gubernur Bali, menggulirkan kebijakaan
menetapkan Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh
nilai-nilai Hindu ditetapkan sebagai Modal dasar
Pembangunan Daerah Bali. Kemudian
mencanangkan program Pesta Kesenian Bali (PKB)
yang diselenggarakan sebulan penuh setiap
tahunnya dengan acara pesta kolosal seni-budaya
Bali dan pameran hasil karya seniman termasuk
hasil industri kerajinan rakyat, yang terus
menjadi sebuah tradisi tahunan di Bali sampai
saat ini.
Sebagai Gubernur Bali, Prof. Dr. Ida Bagus
Mantra, secara nyata-nyata mengejawantahkan
falsafah kearifan lokal Tri Hita Karana dalam
pembangunan di Bali. Implementasi dari filsafat
itu tampak terwujud dalam pembangunan kantor
atau gedung –gedung di Bali yang ditata dengan
konsep dan bentuk bernuansa arsitektur Bali dan
juga memberlakukan ketetapan pembangunan
gedung-gedung kantor, hotel dan sebagainya
tidak boleh melebihi ketinggian pohon kelapa.
Adapun hal-hal yang menyangkut kebijakannya
sebagai Gubernur lainnya adalah tentang
pengembangan pariwisata yang berwawasan
budaya Bali, lomba desa adat dan lomba subak se-
Bali, dan menempatkan desa adat/pakraman
sebagai lembaga tradisional yang bernuansa
spiritual dan budaya sebagai lembaga yang
sentral dan strategis di dalam mengonsepsikan
dan mengaktifkan Tri Hita Karana dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.
Kebijaksanaan tersebut diwujudkan dalam bentuk
Peraturan Daerah (Perda) Nomor: 06 Tahun 1986
tentang Kedudukan, Fungsi dan Peranan Desa
Adat yang keberadaannya memiliki landasan
yuridis.
Di samping itu, gubernur visioner ini juga
mengeluarkan kebijaksanaan berupa Perda yang
menggarisbawahi eksistensi LPD di Bali, dengan
menyebut LPD sebagai suatu Badan Usaha Simpan
Pinjam yang dimiliki oleh desa adat yang
berfungsi dan bertujuan utama untuk
mendorong pembangunan ekonomi masyarakat
desa melalui tabungan yang terarah serta
penyaluran modal yang efektif. Yang berarti
Perda tersebut menyatakan bahwa desa adat
ditetapkan sebagai pemilik dan sekaligus sebagai
pengelola LPD. Dengan perkataan lain, LPD
mempunyai peran sebagai lembaga yang berperan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
melalui pembangunan ekonomi kerakyatan, di
samping LPD sebagai sumber pendapatan asli desa
adat, karena di dalam perda tersebut ditetapkan
20% dari keuntungan yang diperoleh LPD
diperuntukkan bagi peningkatan keberdayaan
desa adat.
Setelah purna tugas sebagai Gubernur Bali,
Prof. Dr. Ida Bagus Mantra diberi kepercayaan
untuk memangku jabatan sebagai Duta Besar
Luar Biasa di India untuk masa bhakti tiga tahun
(1989-1992).
Setelah masa bhakti sebagai duta besar berakhir
dan masa purnabhakti sebagai guru besar
sejarah kebudayaan di Fakultas Sastra,
Universitas Udayana Denpasar pada tahun 1993.
Negara kembali memberikan kepercayaan kepada
Ida Bagus Mantra sebagai anggota Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) untuk masa bhakti
lima tahun (1993-1998).
Pada 10 Juli 1995, Ida Bagus Mantra menutup
usia. Namun hingga sampai kini segala
dedikasinya pada Bangsa dan Negara tetap
dikenang sepanjang masa, khususnya jasanya
dalam meletakkan pondasi penting pembangunan
dan tatanan kemasyarakatan di Bali mewujudkan
Bali yang berbudaya adiluhung ini senantiasa.


Gubernur Bali dari Jaman ke Jaman



Tahukah Anda jika Bali yang mayoritas Hindu pernah dipimpin seorang gubernur muslim ? Berikut ini Gubernur Bali dari jaman ke jaman.

 1. Anak Agung Bagus Sutedja (1950-1958) periode pertama

Anak Agung Bagus Sutedja adalah Kepala Daerah Bali yang pernah dua kali memimpin Bali.

Anak Agung Bagus Sutedja (1923 - 1966) merupakan Gubernur Bali yang pertama, ditunjuk oleh mantan  Presiden Sukarno tahun 1958 saat Bali menjadi sebuah propinsi. Sutedja merupakan putra dari Raja terakhir Jembrana, Anak Agung Bagus Negara.

Pertama kali menjabat pada tahun 1950 sampai 1958, diangkat berdasarkan keputusan Dewan Pemerintahan Daerah sebagai pemimpin badan eksekutif Bali. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) menggantikan wewenang Paruman Agung yang terdiri dari wakil-wakil delapan kerajaan di Bali sebagai badan legislatif.

Setelah sempat diselingi oleh I Gusti Bagus Oka sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah Bali pada tahun 1958 sampai 1959, ia kembali terpilih pada bulan Desember 1959 sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali. Masa jabatannya yang kedua berakhir beberapa bulan setelah terjadinya G30S/PKI tahun 1965. Selanjutnya ia digantikan oleh I Gusti Putu Martha.


2. I Gusti Bagus Oka     (1958-1959)

Setelah Anak Agung Bagus Sutedja, Gubernur Bali berikutnya adalah I Gusti Bagus Oka. Gusti Bagus Oka hanya menjabat selama setahun. Ia menjadi Pejabat Sementara Kepala Daerah Bali dari tahun 1958 sampai 1959.


3. Anak Agung Bagus Sutedja     (1959-1965) Periode kedua

Setelah sempat diganti oleh I Gusti Bagus Oka (1958-1959), Anak Agung Bagus Sutedja kembali menjabat Gubernur Bali untuk kedua kalinya. Ia kembali terpilih pada bulan Desember 1959 sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali. Masa jabatannya yang kedua berakhir beberapa bulan setelah terjadinya G30S/PKI tahun 1965. Anak Agung Bagus Sutedja menghilang secara misterius pada tanggal 29 Juli 1966 di Jakarta. Ia diperkirakan menjadi korban penculikan politik yang terjadi pada masa itu.


4. I Gusti Putu Martha     (1965-1967)  

I Gusti Putu Martha (1913-1992), adalah Gubernur Bali ke-4. Gusti Putu Martha menjadi Gubernur Bali antara tahun 1965-1967. Ia menjadi Gubernur Bali menggantikan Anak Agung Bagus Sutedja.


5. Soekarmen     (1967-1978)    

Brigjen (Purn) Soekarmen adalah Gubernur Bali yang pernah memimpin Bali selama dua periode masa jabatan, yaitu antara tahun 1967-1971 dan 1971-1978.

Ia terpilih menjadi gubernur pada tanggal 1 November 1967, dan disahkan oleh SK Presiden Republik Indonesia No.203/1967 untuk menggantikan pejabat sebelumnya I Gusti Putu Martha. Sebelumnya, Soekarmen merupakan Komandan Korem 163/Wirasatya di Denpasar.

Soekarmen adalah gubernur Bali pertama yang beragama Islam, memimpin di provinsi Bali dengan mayoritas penduduk beragama Hindu.


6. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra     (1978-1988)
      
Ida Bagus Mantra (lahir di Badung, Bali, 8 Mei 1928 – meninggal 10 Juli 1995 pada umur 67 tahun) adalah Gubernur Bali periode 1978–1988. Ida Bagus Mantra digantikan Ida Bagus Oka sebagai gubernur Bali. Ia kemudian menjabat sebagai duta besar Indonesia untuk India. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota DPR pada tahun 1968.

Prof. Dr. Ida Bagus Mantra meninggal dunia pada 10 Juli 1995 karena sakit ginjal.


7. Prof. Dr. Ida Bagus Oka  (1988-1993)     

Ida Bagus Oka (lahir 16 April 1936 – meninggal di Sanglah, Bali, 8 Maret 2010 pada umur 73 tahun) adalah Gubernur Bali ke-7 dengan masa jabatan 1988-1993. Ia menjadi Gubernur Bali menggantikan Ida Bagus Mantra. Pada Kabinet Reformasi Pembangunan pada pemerintahan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie, Ida Bagus Oka diangkat menjadi Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN.

Pada tahun 2001, Oka diadili berhubungan dengan kasus korupsi sebesar Rp. 2,3 Milyar dan dihukum selama satu tahun.


8. Drs. Dewa Made Beratha  ( 1998-2008)

Dewa Made Beratha (lahir di Gianyar, Bali, Indonesia, 12 Juli 1941; umur 71 tahun) adalah Gubernur Bali pada dua periode (1998—2003 dan 2003—2008). Ia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ia dilantik sebagai gubernur Provinsi Bali mengantikan Ida Bagus Oka.

Dewa Made Beratha yang direkomendasikan oleh DPP PDIP terpilih kembali sebagai Gubernur Bali periode 2003-2008 berpasangan dengan IGN Kesuma Kelakan (Alit) sebagai Wakil Gubernur. Pasangan ini meraih 31 suara dari 55 suara anggota Dewan dalam sidang DPRD Bali, di Denpasar, 6/8/03, menyisihkan dua pasangan lainnya, Tjokorda Gede Budi Suryawan - AA Arka Hardiana (20 suara) dan Putu Gede Ary Sutha - Gede Ngurah Wididana (empat suara).


9. I Made Mangku Pastika     (2008-2013)   
  
 Komjen Pol (purn) I Made Mangku Pastika (lahir di Kabupaten Buleleng, Bali, 22 Juni 1951; umur 61 tahun) adalah Gubernur Bali ke sembilan. Ia juga merupakan seorang tokoh kepolisian dan politik Indonesia.

Putra kedua dari enam bersaudara (lima laki-laki dan satu perempuan). Bapaknya seorang pendidik, guru tari, dan juga guru silat.

Pastika menguasai enam bahasa dan merupakan peraih Adhi Makayasa (lulusan terbaik) Akabri Kepolisian pada tahun 1974. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Kerajaan Bali Kuno

Raja-Raja yang Pernah Berkuasa di Bali

Sejarah dan Makna Tari Topeng Sidakarya