Koneksitas Danau Batur - Tirta Empul
Koneksitas Danau Batur - Tirta Empul
Danau Batur adalah danau terbesar di Pulau Bali, dari tiga danau lainnya, yaitu: Tamblingan, Bulian (Buyan), dan Beratan. Terletak di Kabupaten Bangli, tepatnya pada 115,29 bujur timur dan 8,28 lintang selatan. Luasnya 6 Km2 merupakan lembah dari Gunung Batur.
Desa-Desa yang ada di sekitar danau, adalah: Songan, Trunyan, Abang, Buahan, Kedisan, dan Toya Bungkah. Danau Batur dan Gunung Batur merupakan satu kesatuan alam dan mitologi yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam Babad Pasek dan Babad Pasek Kayu Selem disebutkan bahwa tiga bersaudara, yaitu: Bhatara Hyang Gni Jaya, Bhatara Hyang Mahadewa, dan Bhatari Dewi Danuh, telah diutus ke Bali oleh ayahanda beliau: Hyang Pasupati yang berstana di Puncak Gunung Prabulingga (Gunung Semeru) untuk menguatkan kedudukan, dan kekekalan Pulau Bali.
Bhatara Hyang Gni Jaya berstana di Gunung Lempuyang sebagai Brahma, Bhatara Hyang Mahadewa (Putranjaya) berstana di Gunung Agung sebagai Siwa, dan Bhatari Dewi Danuh berstana di Danau Batur sebagai Wisnu.
Selanjutnya putra-putra Bhatara Hyang Pasupati lainnya (4 Dewa) masing-masing berstana di Andakasa, Pucak Mangu, Batukaru, dan Pejeng, sehingga seluruh putra Bhatara di Bali berjumlah 7 Dewa (Sapta Kahyangan).
Di Desa Manukaya, Tampaksiring, sebuah mata air besar ditata menjadi sebuah telaga yang indah, pada tahun 962 M oleh Raja Bedahulu: Candrabhaya Singha.
Sesuai dengan tatanan adat dan agama di zaman Bali Kuna, Kerajaan Bedahulu memiliki tiga buah pura utama, yaitu: Pura Gunung, Pura Penataran, dan Pura Segara.
Sebagai Pura Gunung ditetapkanlah telaga ini yang kemudian dinamakan Pura Tirta Empul. Sebagai Pura Penataran dibangun Pura Samuan Tiga, karena letaknya dekat Istana Bedahulu. Pura Tirta Empul menjadi tempat suci stana Bhatara Indra. Selanjutnya Bhatara Indra diyakini telah menciptakan tirta-tirta:
- Tirta Tegteg
- Tirta Sudamala
- Tirta Panglukatan
- Tirta Pamarisuda
- Tirta Pamlaspas
- Tirta Panglebur Ipian Ala
- Tirta Pangentas
- Tirta Pabersihan.
Tirta-tirta itu dialirkan melalui pancuran sehingga warga yang datang untuk metirta yatra dan mensucikan diri, dapat memilih pancuran tertentu sesuai dengan permohonan mereka kepada Bhatara Indra. Mata air besar ini mengalir ke Tukad Pakerisan dan Tukad Patanu.
Cerita Tirta Empul ada dalam Lontar Usana Bali dalam bentuk kekawin yang dinamakan Mayadanawantaka.
Menurut IBG Agastia, Mayadanawantaka artinya “kematian” Mayadanawa. Sedangkan Mayadanawa adalah maya tattwa. Mayatattwa adalah keyakinan dalam pikiran manusia bahwa kehidupan di dunia semata-mata digerakkan oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan atas benda-benda materi (duniawi) saja.
Bila manusia terbelenggu oleh mayatattwa maka ia akan mengumbar nafsu (kama), rakus (lobha), pemarah (kroda), sombong (mada), berbohong (moha), dan irihati (matsarya).
Keenam sifat buruk itu dinamakan sadripu (enam musuh), yakni musuh-musuh yang ada dalam diri setiap manusia. Mayatattwa harus diperangi dengan Purushatattwa.
Purushatattwa juga dinamakan Siwatattwa, atau keyakinan yang didasari oleh pikiran kuat yang percaya pada Sanghyang Widhi (Siwa) serta kesucian Agama Hindu-Bali, agar kehidupan dapat diselenggarakan dengan mengutamakan aspek spiritual.
Koneksitas mitologi
Dalam Purana Tattwa Batur di bagian Raja Purana Pura Ulun Danu
Batur disebutkan bahwa Bhatari Dewi Danuh yang berstana di Danau Batur “bersaudara” dengan Bhatara Indra yang berstana di Tirta Empul.
Dalam Purana itu Bhatari Dewi Danuh bernama lain: I Ratu Ayu Mas Membah. Pada suatu ketika, I Ratu Ayu Mas Membah bertemu dengan Bhatara Indra, untuk menetapkan kedudukan tiga putra Bhatara Indra, yakni: Bhatara Tirta Mas Manik Kusuma berstana di Gunung Agung, Bhatara Tirta Mas Manik Mampeh di Gunung Batur, dan Bhatara Bale Agung di Manukaya.
Koneksitas alam
Jika melihat peta, jelas sekali terlihat adanya jalur aliran sungai di bawah tanah antara Danau Batur dengan mata air Tirta Empul.
Ada kemungkinan di dasar danau ada celah rekahan sehingga air danau mengalir di bawah tanah, yang kemudian di lapisan tanah yang lembut di Manukaya, air ini menyembur keluar menjadi mata air.
Tirta Empul adalah semburan mata air yang terbesar di kawasan Bali Selatan. Mata air yang lebih kecil banyak terdapat di sekitar lereng bukit, tebing sungai dan di cekungan-cekungan tanah di Kabupaten Bangli, Gianyar, Klungkung dan Karangasem.
Rembesan air Danau Batur berupa mata air juga ditemukan di Bali Utara, misalnya di dekat Pura Ponjok Batu, Yeh Sanih, Bukti, Bondalem, dan Tejakula.
Pura Ulun Danu Batur awalnya bernama Pura Tampurhyang terletak di Desa Sinarata (Desa Batur) pada lereng Gunung Batur bagian barat, Tgl 3 Agustus 1926 Gunung Batur meletus hebat, dan Desa Sinarata bersama Pura Tampurhyang tertimbun lahar. Penduduk mengungsi ke Desa Karanganyar (Desa Batur sekarang) dan membangun Pura Batur, diupacarai tgl 14 April 1935. Tampurhyang artinya tumpur – ring – hyang (bhakti kepada Widhi) menjadi stana Dewi Danuh atau Bhatari Hulun Danu. Nama Tampurhyang diganti menjadi Batur, oleh Dalem Waturenggong di abad ke-15. (Sumber : Bapak I Wayan Surpha, SH, Ketua III PHDI Pusat, 1990)
Ida Bhatari Hyang Giri Putri yang ada di sebuah goa di Nusa Penida adalah stana Dewi Parwati dari Siwa, bukan dari Wisnu.
Pura Penataran Dalem Ped di Nusa Penida adalah payogan Bhatara Siwa ketika memberi panugrahan kepada I Gde Mecaling untuk menjaga keamanan pesisir pantai. I Gde Mecaling kemudian bergelar Ratu Sakti Ped.
Hubungan Ida Hyang Tolangkir yang berstana di Gunung Agung dengan Nusa Penida adalah penciptaan Dalem Dukut dari sepucuk padang kasna, kemudian Dalem Dukut diutus ke Nusa Penida untuk mengalahkan Dalem Sawang yang menindas rakyat dan memerintah Nusa Penida secara kejam. Kisah ini terjadi tahun Saka 260. (Sumber : Babad Nusa Penida)
Pura Ulun Danu Batur semula berdiri dipinggang Gunung Batur, Pura itu lebih tepat dikatakan sebagai kelompok Pura karena terdri dari 9 Pura yang mengitari madya gunung Batur yaitu : Pura Jati, Tirtha bungkah, Tirta Mas Mampeh, Tamansari, Sampian Wangi, Gunarali, Padangsila Jaba Kuta dan Penataran Agung. Ketika terjadi letusan hebat Gunung Batur pada tahun 1926, Pura Ulun Danu Batur (Penataran Agung) dipindahkan ke Desa Kalanganyar yang kini berada dipinggir jalan raya kintamani – Bangli. Lama-kelamaan nama desa Kalanganyar berubah menjadi desa Batur. Selain itu di pinggir danau Batur (arah timur laut) dekat desa Songan ada juga pelinggih berupa Meru tumpang 11 disebuah pura yang juga dinamakan Pura Ulun Danu Batur, karena di meru itu distanakan Ida Bhatari Ulun Danu Batur. Selain Meru tumpang 11 ada juga pelinggih berbentuk Padmasana dengan rong 3 sebagai stana Sanghyang Widhi dengan berbagai manaifestasi-Nya : uttpti, stiti, pralina.
Pura Ulun Danu yang berlokasi di Songan khusus untuk memohon tirta pingit, yakni air suci sakral uang digunakan untuk berbagai upacara di Pura Ulun Danu Batur/Kalanganyar.
Kesimpulan : Muspa/sembahyang/berbhakti boleh (dan bagus) dilakukan di kedua Pura itu, karena yang di Kalanganyar sebagai pelinggih lengkap (9 Pura) dan yang di Songan sebagai tempat mohon tirta suci/sakral Ida Bhatari Ulun Danu.
Sumber : 1.Babad Dalem. 2. Peranan Pura Ulun Danu Batur bagi umat Hindu.
Komentar
Posting Komentar