Intisari Pemikiran Ida Pedanda Gede Made Gunung 5


Jaman sekarang ini sepertinya jalan menuju neraka dihias dengan segala macam hiasan, sehingga banyak orang akan tertarik untuk lewat di situ, yang pada akhirnya mereka akan sampai di neraka. Jalan menuju sorga diisi kotoran sampah dan lain sebagainya, sehingga tidak ada kemauan orang akan lewat kesitu. Kiasan seperti ini bisa dikemukakan karena kenyataanya jika kita bandingkan orang-orang akan lebih bergairah kalau datang ke judian (tajen), dibandingkan dengan datang ke pura untuk ngayah. Pernah saya dengar seorang sangat sulit mengeluarkan uang untuk memperbaiki pura atau memberi anaknya uang jajan atau uang sekolah, dibandingkan dengan mengeluarkan uang untuk berjudi.

Sekarang sedang berkembang pemikiran dari para bebotoh agar hobinya tetap bisa jalan dan cepat mendapat pengikut, mereka mengaitkan judian itu dengan pelaksanaan upacara agama, terutama upacara dikaitkan dengan tajen yang berdalih tabuh rah. Prilaku seperti ini sangat merugikan kesucian agama, dan secara moral juga terjadi kemerosotan moral yang sangat tajam.

Sebenarnya perbedaan antara tabuh rah dengan judi sangat berbeda. Perbedaanya adalah jika tabuh rah tidak menggunakan taruhan, dan harus dilaksanakan ditempat upacara dan upacara yang menggunakan tabuh rah hanya upacara macaru yang lain tidak. Semuanya ini, tentang tabuh rah, termuat di dalam prasasti Batuan dan prasasti Sembiran. Sekarang yang dilaksanakan di setiap upacara adalah judi tajen. Walapun pelaksanaan tajen itu bukan kehendak seluruh masyarakat pendukung upacara (hanya segelintir orang), namun dampaknya sangat luas sekali mengidentikkan agama kita dengan judi.

Jika begini terus apakah leluhur kita bisa tenang dalam alam sana? Apakah Ida Bhatara yang dipuja bisa merestui? Saya kira semuanya itu tidak bisa. Sebab tajen adalah mengikuti sifat kemomoan, sedang dewata adalah sifatnya kesucian. Apalagi biaya untuk upacara ditanggung melalui dana judi jelas upacara tersebut cacat, sebab tidak ada unsur ketulusan dan kesucian, jadi percuma tidak akan berpahala baik.

Kalau demikian apakah tidak ada jalan keluarnya, tentang tajen judi itu? Agama kita kan mengenal ajaran RwaBhineda? Memang agama kita mengenal RwaBhineda, tetap tidak dicampur. Yang putih itu tetap putih, yang hitam tetap hitam. Maksudnya jika ingin para penjudi itu menjalankan hobinya, lakukan saja diluar arena upacara. Atau jangan dikait-kaitkan dengan pelaksanaan agama.

Sayangilah agama kita! Hargailah jasa para leluhur kita! Warisilah hal-hal yang bersifat positif kepada generasi yang akan datang! Janganlah mereka diracuni! Jangan dibiarkan debu-debu mala menutupi kesucian kita. Seberat apapun jalan yang harus ditempuh untuk mencapai Dharma, mari kita ikuti dengan punuh keyakinan.

Sebaliknya betapa mudah dan menjanjikannya jalan menuju neraka kita harus hindari. Karena jelas neraka itu akan menyengsarankan kita. Tiada pernah kedengaran penjudi itu menjadi kaya. Tidak pernah kedengaran seorang pemabuk dan pecandu narkoba akan merasa tenang dan bahagia.


MATAHARI TETAP BERSINAR
OM SWASTIASTU; RENUNGAN DI HARI SUCI KUNINGAN.


BETAPAPUN KEBENCIAN ITU KITA TUNJUKAN KEPADA MATAHARI, TAK AKAN MENYURUTKAN MATAHARI AKAN MENYINARI BUMI, SEBAB MASIH BANYAK YANG MEMERLUKAN SINARNYA. KITA YANG MERASA TIDAK PERLU SINARNYA, NAMUN MASIH ADA RUMPUT DAN CACING YANG MEMERLUKAN SINARNYA. UNTUK ITU MARILAH KITA SIMPAN KEBENCIAN ITU DIKANTONG KOTORAN YANG ADA DI DALAM PERUT KITA. MARI KITA KIBARKAN BENDERA, KERUKUNAN DAN KEDAMAIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEDAMAIAN BERSAMA.

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM


Om Swastiastu,
Setiap hari umat kita mengatur banten dan masegeh. Itu sangat baik bila tidak merasa dibebani. Kalau merasa dibebani itu sangat jelek. Misalnya saja, apapun yang dilakukan setiap hari begitu-begitu saja akan menimbulkan cepat bosan. Setelah bosan pada saat menghanturkan canang kata-katanya ikut tidak benar. Untuk itulah pedanda setuju kalau setiap hari masegeh dan atur canang asalkan tidak membebani. Ikhlaskan. Kalau tidak, boleh ikut sunadigama dimana hanya mengatur canang, banten dan masegeh pada saat rainan seperti kajeng kliwon, purnama, tilem. Nah, apa yang kita harus mengucapkan pada saat mengatur canang yaitu apa yang ada dalam hati. Sebutkanlah itu karna tuhan yang maha tahu. Bahasa apapun tuhan tahu. Jangan terikat dengan mantra-mantra. Kalau artinya mantra tersebut tidak dimengerti lebih baik memakai bahasa yang kita mengerti. Kalau tidak tahu tidak usah memakai mantra dan lebih baik memakai bahasa sendiri karna agama hindu tidak terikat dengan bahasa. Bahasa apa saja boleh dipakai. Kalau orang Bali ada yang memakai bahasa bali. Kalau orang asing mungkin memakai bahasa ingris dan lain sebagainya. Tuhan yang maha tahu. Kalau kita mengikat bahasa kepada agama berarti agama itu agama budaya karna bahasa itu budaya, Maka agama hindu tidak terikat dengan bahasa. Ucapkanlah apa saja yang kamu pikirkan dengan kata-katamu.

Om Santih, Santih, Santih, Om


BHAKTI TERHADAP IBU.

OM SWASTIASTU. OM AWIGNAMASTU.

" SORGA ADA DITELAPAK KAKI IBU "

Saudara-saudaraku di pagi buta aku bangun dan duduk bersila menghadap ke matahari terbit, disaat itu tersirat di dalam pikiranku kata-kata ; " SORGA ADA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU ". entah kenapa bisa seperti itu, saya tidak tau. Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di telingaku, dan mengarahkan pikiranku kepada ibu yang melahirkanku, betapa sakitnya beliau disaat aku mau lahir dari rahimnya? Aku tak tau, hanya beliau yang merasakan, ada pepatah dalam bahasa Bali menggambarkan peristiwa itu: " ANGKIHANE MEGANTUNG BOK AH KATIH". Artinya disaat melahirkan, ibu kita menahan sakitnya tak ubahnya nyawanya tergantung dengan sebatang rambut. Aduuuh.....!!!!!!! bagaimana perasaan ibu saat itu tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Namun setelah kita lahir, ibu kita sangat bahagia punya anak kita, tak memikirkan laki/perempuan, walaupun darah segar masih mengalir deras diselangkangannya. Itulah ibu kita, itulah ibu kita, Beliau tidak pernah melepaskan tali kasihnya kepada anak-anaknya. Mungkin itu salah satu makna yang terkandung di dalam kalimat; Sorga ada di bawah telapak kaki ibu.

Oleh karena itu kita sebagai anak semestinya memiliki rasa bhakti terhadap beliau. Bhakti yang saya maksudkan sikap dan prilaku yang dilandasi oleh;

1. Kesadaran
2. Ketulusan
3. Pelayanan
4. Pengabdian

Janganlah kita sebagai anak sampai melukai, menyakiti hati ibu. bila hal itu kita lakukan maka sorga kita akan hilang, mungkin terbalik yaitu; "NERAKA ADA DIBAWAH TELAPAK KAKI IBU." Tidak salah agama Hindu memberikan kita ajaran bahwa kita punya Ibu (guru rupaka), kita juga punya ibu (guru Swasdyaya), dalam hal ini disebut Ibu Pertiwi, disimbulkan dengan tanah. (Tanah air tumpah darahku), di dalam lontar Sri Purana Tattwa, kalau saya tidak salah menyebut judul lontarnya ada menuliskan; Barang siapa yang menyakiti ibu pertiwi(tanah) dalam bentuk apa saja (ngembid pundukan) akan mendapatkan kesengsaraan.

Apa lagi menjual tanah, sama artinya menjual ibu yang membawa sorga hidup kita yang ada di BAWAH telapak kakinya. Melihat kenyataan sekarang telah banyak saudara kita menjual ibunya (tanah), dengan bangga mengejar kesenangan sesaat, tidak memikirkan masa depan anak cucu dikemudian hari.
Setelah lama saya duduk merenungkan hal itu, takku sadari air mata mengalir di pipiku, mungkin itu pertanda darah yang mengucur dari selakangan ibu disaat beliau melahirkan kita, dan mungkin pula tetesan darah ibu pertiwi (tanah) didaat tanah sawah, tegalan di buldoser, diporak porandakan.

Lalu menutup renungan saya, saya cakupkan kedua tangan didada, sambil mengucapkan kata-kata;

OH IBU.... MAAFKAN KAMI TELAH MENYAKITI IBU, DAN BERILAH KESADARAN KEPADA SAUDARA KAMI AGAR BERHENTI MENYAKITI (MENJUAL) TANAH. KAMI BERHARAP AGAR KESABARAN IBU MENYANGGA HIDUP KAMI TERTULAR PADA PADA PIKIRAN KAMI SEHINGGA SORGA KAMI TETAP ADA DI BAWAH KAKI IBU. BILA IBU TELAH TIADA ATAU BERADA DITANGAN ORANG LAIN BAGAIMANA NASIB ANAK CUCU KAMI NANTI, APA ARTINYA ANAK CUCU KAMI DIKEMUDIAN HARI, MEREKA AKAN TERLANTAR, TIDUR DIKOLONG JEMBATAN, HANCURLAH PERASAAN KAMI NANTINYA DI ALAM SANA. HAMPUNILAH KAMI IBU......

S E K I A N.

OM, SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM


Foto: BHAKTI TERHADAP IBU.

OM SWASTIASTU. OM AWIGNAMASTU.

" SORGA ADA DITELAPAK KAKI IBU "

Saudara-saudaraku di pagi buta aku bangun dan duduk bersila menghadap ke matahari terbit, disaat itu tersirat di dalam pikiranku kata-kata ; " SORGA ADA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU ". entah kenapa bisa seperti itu, saya tidak tau. Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di telingaku, dan mengarahkan pikiranku kepada ibu yang melahirkanku, betapa sakitnya beliau disaat aku mau lahir dari rahimnya? Aku tak tau, hanya beliau yang merasakan, ada pepatah dalam bahasa Bali menggambarkan peristiwa itu: " ANGKIHANE MEGANTUNG BOK AH KATIH". Artinya disaat melahirkan, ibu kita menahan sakitnya tak ubahnya nyawanya tergantung dengan sebatang rambut. Aduuuh.....!!!!!!! bagaimana perasaan ibu saat itu tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Namun setelah kita lahir, ibu kita sangat bahagia punya anak kita, tak memikirkan laki/perempuan, walaupun darah segar masih mengalir deras diselangkangannya. Itulah ibu kita, itulah ibu kita, Beliau tidak pernah melepaskan tali kasihnya kepada anak-anaknya. Mungkin itu salah satu makna yang terkandung di dalam kalimat; Sorga ada di bawah telapak kaki ibu.

Oleh karena itu kita sebagai anak semestinya memiliki rasa bhakti terhadap beliau. Bhakti yang saya maksudkan sikap dan prilaku yang dilandasi oleh;

1. Kesadaran
2. Ketulusan
3. Pelayanan
4. Pengabdian

Janganlah kita sebagai anak sampai melukai, menyakiti hati ibu. bila hal itu kita lakukan maka sorga kita akan hilang, mungkin terbalik yaitu; "NERAKA ADA DIBAWAH TELAPAK KAKI IBU." Tidak salah agama Hindu memberikan kita ajaran bahwa kita punya Ibu (guru rupaka), kita juga punya ibu (guru Swasdyaya), dalam hal ini disebut Ibu Pertiwi, disimbulkan dengan tanah. (Tanah air tumpah darahku), di dalam lontar Sri Purana Tattwa, kalau saya tidak salah menyebut judul lontarnya ada menuliskan; Barang siapa yang menyakiti ibu pertiwi(tanah) dalam bentuk apa saja (ngembid pundukan) akan mendapatkan kesengsaraan.

Apa lagi menjual tanah, sama artinya menjual ibu yang membawa sorga hidup kita yang ada di BAWAH telapak kakinya. Melihat kenyataan sekarang telah banyak saudara kita menjual ibunya (tanah), dengan bangga mengejar kesenangan sesaat, tidak memikirkan masa depan anak cucu dikemudian hari.
Setelah lama saya duduk merenungkan hal itu, takku sadari air mata mengalir di pipiku, mungkin itu pertanda darah yang mengucur dari selakangan ibu disaat beliau melahirkan kita, dan mungkin pula tetesan darah ibu pertiwi (tanah) didaat tanah sawah, tegalan di buldoser, diporak porandakan.

Lalu menutup renungan saya, saya cakupkan kedua tangan didada, sambil mengucapkan kata-kata;

OH IBU.... MAAFKAN KAMI TELAH MENYAKITI IBU, DAN BERILAH KESADARAN KEPADA SAUDARA KAMI AGAR BERHENTI MENYAKITI (MENJUAL) TANAH. KAMI BERHARAP AGAR KESABARAN IBU MENYANGGA HIDUP KAMI TERTULAR PADA PADA PIKIRAN KAMI SEHINGGA SORGA KAMI TETAP ADA DI BAWAH KAKI IBU. BILA IBU TELAH TIADA ATAU BERADA DITANGAN ORANG LAIN BAGAIMANA NASIB ANAK CUCU KAMI NANTI, APA ARTINYA ANAK CUCU KAMI DIKEMUDIAN HARI, MEREKA AKAN TERLANTAR, TIDUR DIKOLONG JEMBATAN, HANCURLAH PERASAAN KAMI NANTINYA DI ALAM SANA. HAMPUNILAH KAMI IBU......

S E K I A N.

OM, SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM

(Catatan; Ini hanya renungan saya sendiri.)


JAMAN KALIYUGA APA ITU?

Om Swastiastu. Om Awignamastu

Semoga Sang Penguasa semesta ini mengampuni segala keikhlapan saya, sebab saya menulis ini hanya atas dasar rasa keterpanggilan untuk ikut juga nimbrug pendapat tentang "JAMAN KALIYUGA". Karena hampir setiap saat ada yang mendiskusikannya, dan tidak jarang pula ada yang menjadikan kambing hitam.

Misalnya; Seseorang melihat tingkah laku orang beda dengan jaman yang mereka alami terdahulu, maka mereka mengatakan "...yah sekarang jaman kali, memang begitu". ada pula orang tua membiarkan prilaku anaknya yang sudah kelihatan menyimpang dari tatakrama sosial karena mereka menganggap jaman sekarang anak-anak harus begitu. saya punya teman yang pada mulanya dia sama sekali tidak bisa minum alkohol, dan sekarang mereka menjadi pemabuk berat.

Pada suatu ketika saya bertemu dengan dia disuatu tempat, lalu saya bertanya, tentang dia sekarang menjadi pemabuk, lalu dia menjawab dengan sangat enteng sekali begini jawabannya; Pada mulanya saya merasa malu, dan selanjutnya merasa kecewa karena sering diejek oleh teman-teman sebaya saya bahwa saya dikatakan ketinggalan jaman, dan saya dikatakan manusia dijaman pis bolong (jaman uang kepeng). Banyak lagi ejekan yang saya dapati sejenis itu bahkan ada yang lebih keras sampai menyinggung perasaan yang paling mendalam. Nah disitulah saya ingin mencoba, dan ingin pula memperlihatan kejantanan saya didepan mereka.

Selanjutnya saya menjadi ketagihan seperti sekarang. " Memang sekarang jaman kali yuga". Begitu ringkasnya cerita dia ke saya. Dan pernah pula saya ikut nimbrug ngobrol sebelum acara resmi yang saya ikuti dimulai. Beberapa teman yang termasuk orang-orang berilmu berdiskusi tentang jaman kali, sehingga terjadi dua pendapat yang berbeda antara lain: yang satu mengatakan jaman kali itu adalah ciptaan Tuhan sehingga manusia tidak salah mengikuti kehendak Tuhan.

Yang satu lagi berpendapat bahwa jaman kali itu adalah bikinan manusia. dan masing-masing memiliki argumentasi yang kelihatannya sangat cocok atau sangat mendukung pendapat mereka. sehingga pada akhirnya diskusi semakin tegang. Saat itulah saya masuk mengajukan pendapat seperti ini; Memang jaman kali itu adalah ciptaan Tuhan, sebab segalanya di alam semesta ini adalah ciptaan Beliau termasuk jaman kali.

Kalau boleh saya andaikan atau carikan contoh yang tujuannya lebih jelas apa yang saya maksudnya, adalah seperti ini; Andaikata jaman itu saya andaikan seperti sebuah bangunan yang diciptakan oleh Tuhan memiliki empat kamar antara lain,

1. kamar tidur ( jaman kertha ).
2. Kamar istirahat ( jaman tritha ).
3. kamar makan ( dwapara ). dan
4. Toilet ( jaman kali ).

dan Tuhan telah memberikan petunjuk dengan jelas dan gamblang tentang tatacara dan kegunaan dari masing-masing kamar itu, untuk kita mendapatkan kebahagiaan. sebab semua kamar itu diciptakan untuk manusia agar mereka mendapatkan kebahagiaan hidup.

Tetapi bila ada manusia yang tidak membaca, mungkin ada yang membaca tetapi tidak mau mengerti apalagi hanya sebatas teori saja dari petunjuk Tuhan itu, maka mereka akan buta tentang penggunaan dari masing-masing kamar tersebut. Sehingga banyak diantara mereka yang salah masuk kamar. ada yang perutnya lapar, masuk kamar toilet, ada yang ngantuk masuk ke kamar makan, sehingga keadaannya semakin semerawut. Kesemerawutan inilah yang dilakukan atau dibuat oleh manusia itu sendiri.

Maksud saya; jaman kali itu adalah ciptaan Tuhan dengan kemaha penciptaanNya, namun yang mebawa manusia itu salah masuk kamar adalah prilaku manusia itu sendiri, yang tidak mau atau tidak yakin dengan peraturan penggunaan kamar yang di berikan oleh Tuhan. jadi jangan menyalahkan Tuhan, salahkanlah diri kita sendiri. kenyataannya; Tuhan menciptakan alkohol itu ada gunanya untuk manusia, misalnya untuk obat mual dengan dosis tertentu, tetapi alkohol itu bukan minuman untuk menghilangkan haus. kita sudah tau Tuhan sudah memberi petunjuk; kalau kamu haus minumlah air, maka haus kamu akan hilang. seperti contoh tersebut di atas tadi, semestinya mereka yang merasa lapar harus masuk ke kamar makan dan disitu lalu makan, tetapi mereka yang sudah tau dirinya lapar mereka masuk ke toilet lalu minum air closet, siapa yang salah dan siapa yang menyuruh, Tuhan........? tidaaak! yang nyuruh adalah diri mereka sendiri.

Bila dari masing - masing kita mau membaca petunjuk Tuhan dan dari masing-masing kita mau mentaati, maka semua mereka yang masuk kamar mana saja pasti mendapatkan kebahagiaan. Bagi mereka yang perutnya sakit ingin buang air besar, lalu mereka masuk toilet dan buang air besar sepuasnya, maka setelah itu mereka mendapatkan kebahagiaan yang tak terhingga. Sebentarnya lagi mereka merasa sengsara karena perutnya lapar, lalu mereka masuk kamar makan dan makan sepuasnya akhirnya mereka akan bahagia, sebentarnya lagi mereka merasakan sengsangra karena ingin tau warta berita, lalu mereka masuk ke kamar istirahat, lalu nonton TV melihat dan mendengar berita setelah itu mereka akan bahagia, selanjutnya mereka merasa tersiksa karena ngantuk, lalu mereka masuk kamar tidur terus tidur, selanjutnya mereka akan bahagia.

Jika kita salah memanfaatkan salah satu kamar tersebut, itulah yang disebut mereka mengalami jaman kali. Yang membikin merka mengalami jaman kali adalah ulah mereka sendiri, karena merka tidak mau, tidak yakin dengan apa petunujuk yang diberikan oleh Tuhan, dalam hal ini jelas ajaran Agama atau ajaran Ketuhanan.

Kalau kita ingin menikmati kebahagiaan bersama marilah kita SADAR akan diri kita dengan pertanyaan yang patut kita jawab sendiri yaitu;

1. SIAPA DIRIMU INI?
2. UNTUK APA KAU ADA DISINI?
3. APA YANG KAU BAWA KESINI?
4. SETELAH DISINI KAU MAU KEMANA?
5. APA YANG BISA BAWA KESANA.

Selanjutnya tingkatkan keyakinan kita terhadap keberadaan Tuhan, dengan cara mentaati segala petunjuknya dan menjauhi larangannya, taingkatkan cinta kita sesama manusia tidak pandang bulu, siapa mereka, dari mana mereka. dan selalu meningkatkan kasih sayang kita terhadap alam lingkungan, dengan cara pelihara, tata, dan manfaatkan serta lestarikan lingkungan kita sebaik-baiknya. kalu tidak kita yang melakukan itu untuk diri kita masing-masing, SIAPA LAGI ???.

Saya pernah membaca kalimat yang amat indah seperti ini: MANUSIA SELAIN DIBERIKAN KEMAMPUAN BERPIKIR OLEH TUHAN, MEREKA JUGA DIBERIKAN 2 HAK LAGI YANG TIDAK DIDAPATI OLEH MAKHLUK TUHAN YANG LAINNYA YAITU; HANYA MANUSIA YANG MAMPU MENOLONG DIRINYA DARI JERATAN NERAKA. DAN HANYA MANUSIA YANG MAMPU MENJADIKAN DIRI MEREKA, MAU JADI APA? oleh karena itu, marilah manfaatkan anugrah Tuhan itu untuk diri kita guna mencapai tujuan hidup ini yang sebenarnya.

Dari mana kita mulai.? mungkin ada timbul pertanyaan seperti. Dengan sendirinya pertanyaan itu kita harus jawab dengan kalimat: "MULAILAH DARI DIRI KITA SENDIRI".

Demikianlah uraian singkat ini semoga ada manfaatnya untuk mencapai kebahagiaan bersama, sesama ciptaan Tuhan.
Om, Santih, Santih, Santih, Om


Harapan bagi Umat Hindu dari Bali yang berada di luar Bali

OM SWASTIASTU. OM AWIGNAMASTU.

Setelah runtuhnya kerajaan Mojopahit, kita dapat lihat bahwa perkembangan umat Hindu di tanah air berasal dari Bali. Karena Bali sangat identik dengan Hindu, seperti istilah rakyat ada yang menyebutkan: ingat Bali ingat Hindu, ingat Hindu jadi ingat Bali. Dunia internasionalpun mengakui seperti itu, bukan hanya istilah dari orang lokal saja. Dengan adanya program pemerintah tentang transmigrasi, yang bertujuan untuk pemerataan penduduk dari daerah yang berpenduduk padat (termasuk Bali), ke daerah yang masih jarang penduduknya. Walaupun kenyataan mengatakan lainyaitu Bali tetap padat penduduknya, dikarenakan oleh tidak terbendungnya urbanisasi membanjiri Bali, bahkan Bali sekarang bukannya jarang penduduknya melainkan lebih padat lagi. Hal ini tidak terlepas dari lemahnya system kependudukan dipemerintahan dan pihak pemerintah. Pernahkah pemerintah mengevaluasi keberhasilah transmigrasi. Apakah sudah mencapai tujuan, apa belum?

Selain penyebaran Hindu melalui program transmigrasi, juga dengan adanya perpindahan pegawai dan tugas lainnya keluar Bali, sehingga umat Hindu yang berada di luar pulau Bali, lebih dominan berasal dari Bali. Pembangunan pura pun berdasarkan konsep Bali, tatanan kemasyarakatannya juga meniru Bali, walaupun tidak persis. Seperti adanya istilah banjar dan lain sebagainya. Walaupun demikian keadaannya, masih tidak banyak orang Bali yang pikiranya, atau yang lainnya untuk kemajuan dan tetap terjaganya Bali secara utuh sebagai daerah asal mereka. Bahkan masih ada orang Hindu yang berasal dari Bali mengkritik Bali secara pedas dan tidak mampu memberi jalan keluar yang baik.

Saya sering memberi Dharmawacana di luar Bali, sering saya mendapat pertanyaan yang sifatnya mengkritik. Seperti contoh; Kenapa sistem desa pakraman di Bali sangat mengikat warganya sehingga sulit warganya dapat mengikuti kemajuan zaman? Kenapa agama Hindu di Bali hanya menitikberatkan pada pelaksanaan upacara saja, dan tidak pernah menyentuh tattwa? Kenapa upacara agama Hindu di luar Bali selalu menggunakan (mendatangkan) banten yang sangat rumit dan mahal dari Bali? Ada juga yang menilai bahwa adanya keinginan orang Hindu di Bali, membalikan Umat Hindu yang berada di luar Bali (mengintervensi).

Semestinya hal-hal seperti itu tidak perlu terjadi, karena bisa memancing sesuatu yang sama sekali tidak kita inginkan bersama. Bukan berarti orang Hindu di Bali tidak boleh dikritik, bahkan sebaliknya kritik itu sangat diharapkan tetapi yang sifatnya membangun demi masa depan kita.

Seperti yang sering kita dengan bahwa agama Hindu sangat menghormati budaya lokal, dengan cara mengangkat, memelihara dan memberinya makna tattwa, sehingga tidak menjadi asing bagi umat Hindu sendiri. Jika kita berada di luar Bali bisa melaksanakan aktivitas agama yang disesuaikan dengan budaya lokal, namun tidak keluar dari tattwa dan tutjuan yang mau dicapai. Apabila kita belum mampu mengangkat budaya lokal dimana kita berada untuk pelaksanaan aktivitas agama, bisa mengadopsi budaya Bali (model Bali), tetapi sesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Kiranya itu tidak salah. Tetapi tidak berarti Bali harus menyesuaikan dengan daerah lain, dan demikian sebaliknya.

Biarkanlah Bali berkembang sesuai dengan alamnya, karena telah terbukti bisa mendatangkan daya tarik tersendiri. Untuk itu marilah saudara-saudaraku jangan lupa pada asal mula kita, sumbangkanlah sesuatu demi terjaganya warisan leluhur kita. Bagi umat Hindu yang tetap berada di Bali semestinya sadar tentang tanggung jawab, sehingga secara bersama-sama kita menjaga ajegnya Bali dalam arti luas. Hentikan kebiasaan-kebiasaan jelek seperti main judi, mabuk-mabukan dan lain sebagainya yang senada dengan itu, mulailah menjadi atau menuju masyarakat produktif.

Satu lagi yang perlu diingat adalah bahwa pulai Bali tidak memiliki kekayaan alam yang dapat menghidupi Bali itu sendiri, seperti di daerah lain yang memiliki tambang, mengandalkan hasil hutan dan lain sebagainya. Bali hanya mengandalkan budaya dan seni yang bernafaskan Hindu. Jika budaya dan seni ini tidak terpelihara dengan baik, habislah sudah. Siapa lagi yang harus memeliharanya? Tidak ada lain adalah orang Bali, terutama yang masih tinggal di pulau Bali sebagai masyarakat pendukung budaya dan seni Bali, dan tidak ketinggalan juga masyarakat Hindu dari Bali yang tinggal diluar Bali.

Juga perlu diperhatikan pula oleh mereka yang non Hindu tinggal di Bali. Jangan seenaknya sampai kurang memperhatikan Bali. Kalau diumpamakan, mereka yang hidup di Bali memetik bunga dan buahnya, jangan lupa memelihara batangnya, memelihara akarnya. Jangan sampai sebaliknya menghancurkan melalui cara mencarikan bentuk baru Bali itu. Bali telah di buat seperti sebuah lukisan yang ditata apik oleh pelukis kawakan di zaman dahulu, janganlah mereka yang baru menjadi pelukis tingkat pemula coba-coba memoleskan warna, akan cacat jadinya. Nikmati saja keindahannya, jika kalian sangat berkeinginan untuk melukis baru, silahkan cari kertas lain untuk menuangkan lukisan anda, jangan di sini (Bali) dicoret-coret lagi, agar jangan karena anda cacat lukisan yang telah terkenal itu, apalagi karya anda belum pernah terbukti kehebatannya, dikagumi oleh dunia internasional.

Bagi siapapun juga baik di pihak pemerintah maupun pihak lain, perlu diingatkan bahwa hanya satu ada Bali di atas bumi ini, karena belum ada yang mampu memproduksi Bali yang ke dua.
OM, SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM


PENJOR DAN GALUNGAN DI DALAM TAFSIR.

OM SWASTIASTU. OM AWIGNAMASTU NAMOSIDAM.

SELAMAT HARI SUCI GALUNGAN KEPADA UMAT HINDU DIMANAPUN SAUDARA BERADA, SEMOGA DAPAT MELAKONI HIDUP MENUJU TUJUAN HIDUP ITU SENDIRI.

Judul ini sengaja saja buat seperti itu, sebab akhir-akhir ini umat Hindu khususnya di Bali, sedang semaraknya membikin penjor untuk galungan, bahkan biaya yang dikeluarkan tidak canggung-canggung lumayan besar bagi ukuran saya sendiri. Seiring dengan meriahnya penjor galungan saya sangat mengharapkan dapat dimaknai atau paling tidak ditafsir maknanya dikaitakan dengan peningkatan moralitas, untuk memenangkan Dharma.

Saya akan mencoba menafsir makna penjor tersebut dikaitkan dengan peningkatan moralitas. Penjor itu yang paling menyolok adalah bambu yang digunakan sebagai sarana pokok pasti bentuknya melengkung (bengkong muncukne). Itu yang menarik perhatian saya, sebab selama yang saya tau penjor itu selalu bambunya begitu. Yang kedua di paling ujung dari tali pengikat ujung bambu itu pasti ada sebuah benda hasil kesenian (reringgitan) yang disebut Sampyan.

Dari keduanya inilah saya menafsir sebagai berikut; Manusia hidup harus menggantungkan cita-citanya mungkin lebih tinggi dari langit. Setelah cita-cita itu tercapai jangan lupa dengan asal (yang dibawah).

Contohnya: Seseorang yang bercita-cita menjadi Kepala Desa, menjadi Anggota Dewan dll, itu sangat bagus sekali, namun setelah cita-citanya itu tercapai jangan lupa pada rakyat di bawah, sebab dia dapat mencapai cita-citanya itu karena dukungan (pilihan rakyat). Itulah sebabnya penjor itu selalu mengrunduk melihat kebawah. Di dalam bahasa saya sendiri menafsir makna penjor itu, begini; AKU JADI BEGINI (PERBEKEL ATAU ANGGOTA DEWAN DLL) KARENA SAMPYAN. KALAU TIDAK SAMPYAN MEMILIH SAYA MANA SAYA BISA ADA DISINI, MAKANYA SAYA MENGABDI UNTUK SAMPYAN. Itulah sebabnya penjor itu bengkong kebawah, dan ujungnya ada sampyan.

Kalau makna itu dapat diresapi dan juga dipraktikan untuk rakyat maka rakyat akan sangat merasa bahagia memiliki pemimpin yang mampu memenangkan dharma atas adharma di dalam hidupnya.
Itulah seklumit tafsir keberadaan penjor Galungan terkait dengan peningkatan moral dalam istilah kemenaangan Dharma atas Adharma.

Sekian semoga para pemimpin kita dapat memaknai Penjor di dalam rangka berjuang memenangkan Dharma.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM.


GALUNGAN MELAKONI HARI KEMENANGAN DHARMA.

OM SWASTIASTU.

Tidak lama lagi kita akan melakoni hari Suci Galungan, yang mana hari Galungan itu datang setiap 6 bulan sekali dalam perhitungan kalender tahun saka, tepatnya galungan yang akan datang jatuh pada hari Buda Kliwon Dunggulan, bulan ini Galungan itu jatuh pada Hari Rabu tgl 23 Oktober 2013. Semua umat sudah mengetahui bahwa makna galungan itu adalah perayaan hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Ada pertanyaan yang menggelitik adalah sebagai berikut;" SUDAHKAH DHARMA ITU MENANG MELAWAN ADHARMA?". Kalau jawabannya sudah. Lalu ada pertanyaan lagi: " APA CIRI-CIRINYA DHARMA ITU MENANG MELAWAN ADHARMA? ". Sebenarnya jawabannya sangat gampang yaitu; Ciri dari Dharma itu menang melawan Adharma ialah; Apabila rumah sakit tidak kekurangan kamar ( pasiennya sedikit bila perlu kosong), dan lembaga pemasyarakatan tidak kelebihan anak-anak binaan, ya paling banyak setengah dari daya tampung, bila perlu harus kosong. Itu ciri-cirinya. Apakah hal itu mungkin terjadi/ Jawabannya mungkin sekali kalau dari masing-masing kita mau memenangkan dharma melawan Adharma di dalam diri kita masing-masing.

Sebenarnya kita manusia memiliki kesamaan karakter dengan hewan, kalau saja manusia tidak dianugrahi bisa berpikir oleh Tuhan, sudah pasti prilaku kita akan sama dengan hewan. Adapun yang disebut karakter tersebut antara lain; Nafsu makan, minum, tidur, bangun, kencing, berak, seksual, bertengkar, berebut dan lain sebagainya. Yang mana semuanya itu sama dengan karakter hewan. Lalu ada pertanyaan; Apakah karakter itu harus dihilangkan, kalau dihilngkan berarti manusia tidak perlu makan dsb? Jawabannya adalah ; bukan dihilangkan dan tidak mungkin dihilangkan, bahkan itu sangat diperlukan oleh kita manusia, namun berdasarkan atas manusia bisa berpikir maka dengan memfungsikan pikiran dengan baik dan tepat, semua karakter tersebut akan sangat kita butuhkan dan sangat membantu hidup kita. Nah disinilah makna memenangkan dharma melawan adharma di dalam diri kita masing masing. Sifat atau karakter hewan itu bagi kita disebut sebagai dasar adharma, dan memfungsikan pikiran dengan baik dan tepat didalam melakoni karakter tersebutlah bisa disebut usaha memenagkan dharma dengan sendirinya melalui petunjuk ajaran Ketuhanan ( agama).

Singkatnya saya akan mencoba mengajukan contoh:
Kalau hewan lapar, pasti dia akan mencari makan dan setelah melihat makanan dia akan langsung makan, dan tidak perduli makanan itu milik siapa, dan bila ditemui oleh sesama hewan yang juga lapar mereka akan bertengkar bahkan saling membunuh hanya atas dasar merebut makanan demi perutnya kenyang sesaat, nanti perutnya pasti lapar lagi. Tega mereka membunuh hanya untuk sesuap makanan. Bila kita menusia yang kurang mampu atau tidak mampu menggunakan pikiran dengan benar tentang makan tadi, pasti sama dengan mereka (hewan). Oleh karena kita sudah dianugrahi pikiran, maka kita akan berpikir untuk mencari makanan agar makanan yang kita makan itu tidak sampai memunculkan hal-hal yang tidak baik. Itu saya artikan Dharma menang atas adharma.

Satu lagi contoh;
Hewan itu bila dia bernafsu untuk sex, maka dia tidak perlu lagi menghitung lawan jenis entah bagaimana itu pokoknya mereka lakukan kepuasan mereka. Tetapi nafsu sex di manusia juga ada bahkan sama kuatnya dibandingkan dengan hewan, namun atas kemampuan berpikir mereka mengikuti ajaran Tuhan maka bila mereka berkeinginan untuk itu maka mereka mengadakan upacara pernikahan duluan, baru mereka lakukan itu, atau mereka hanya melakukan itu terhadap pasangan syahnya, menurut agama dan UU, yang berlaku. Bila dari masing masing kita mampun seperti itu maka secacara bersama Dharma itu menang atas Adharma. Kalau hal itu hanya bisa dilakukan oleh beberapa orang saja, maka hanya mereka saja yang menikmati kemenangan Dharma melawan Adharma.

Kalau begitu apakah upacara galungan itu tidak berfungsi? Jawabannya sangat berfungsi sebagai doa kita, dan sebagai media pembelajaran diri kita pelan - pelan setiap 6 bulan kita kupas maknanya, sambil menunggu masa berlaku hidup kita berakhir. Sehigga bila kita mampu memadukan upacara dengan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam hari suci Galungan maka itulah harapan kita semua, agar Galungan itu tidak lewat begitu saja, kita jadinya menunggu hari terus-terusan.

Demikan singkat cerita saya untuk menyambut Hari Suci Galungan. Bila dalam uraian tadi ada yang tidak berkenan, saya tidak lupa minta maaf.

MARI KITA MENANGKAN DHARMA MELAWAN ADHARMA, MULAI DARI DIRI KITA MASING-MASING SEBAGAI AWALNYA.
Om Santih, Santih, Santih, Om.


PRAHU LAYAR YANG INDAH.

OM SWASTIASTU, OM AWIGNAMASTU NAMOSIDAM.

Di pagi buta saat bulan purnama tepatnya hari Minggu tg 17 November 2013, jam 4 pagi saya bangun dan bersama putra saya pergi ke pantai Saba, mencoba kegemaran saya olah raga rutin setiap pagi, disamping itu saya ingin sekali-sekjali melihat matahari terbit.

Kira -kira jam 5.45, kelihatan warna merah diupuk timur, pelan-pelan merambat naik mewarnai air laut di depannya; Matahari terbit mehilangkan kegelapan, matahari terbit memulai kehidupan. Ayampun berkokok, burung-burung berkicau, menyambut Sang Surya bangun dari istananya. Namun bersamaan dengan itu saya melihat sebuah perahu layar sedang berlayar, mungkin menuju pulau tujuannya entah kemana, disitulah muncul pikiran saya membandingkan hidup ini dengan keberadaan perahu layar yang di kemudikan oleh nelayan tersebut.

Begini;
Dalam hidup ini kita memiliki; bayu, sabda, dan idep, disertai dengan ajaran Dharma (agama), artha, kama,hidup ini mempunyai tujuan dan hidup ini memerlukan sarana seperti artha dan kama.

Bila kita bandingkan dengan perahu layar itu sangat cocok sekali, misalnya; Perahu adalah Dharma, layar itu pikiran manusia, 2 tali layar adalah alat pengendali (stirnya), angin adalah kama, air laut adalah artha, nelayan itu adalah manusia (atma). Pelabuhan keberangkatan perahu itu adalah alam ini, dan pulau tujuannya adalah tujuan hidup kita.

Bila si nelayan ingin mencapai tujuan dari pelayarannya, dia mesti menginginkan angin yang sedikit kencang, untuk mempercepat jalan perahunya, dan si nelayan harus memegang tali kemudi serta mengendalikannya, dan si nelayan perlu air laut untuk landasannya berlayar. Maka tujuan pelayarannya akan bisa tercapai.

Demikian pula manusia; sangat memerlukan artha hanya untuk sebagai landasan hidup, memerlukan kama (angin) sebagai pendorong, memerlukan agama (perahu) sebagai alat untuk menyebrang, dan selalu dan mampu memekang pengendalian pikiran (tali kemudi). Maka tujuan Hidup ini akan dapat tercapai.

Bila manusia tidak tau tentang manfaat artha lalu dia mencari artha sebanyak-banyaknya, dengan segala cara termasuk cara yang dilarang oleh ajaran agama. Sama dengan si nelayan mengisi perahunya dengan air laut yang begitu banyak, maka perahunya akan tenggelam.

Demikian pula dengan kama, ada manusia yang memenuhi kamanya secara membabibuta dan tidak dikendalikan, maka sama dengan nelayan yang memerlukan angin kencang dan tidak mengendalikannya, maka perahunya akan terombang-ambing berputar-putar hingga tenggelam, tujuan perjalan hidupnya tidak tercapai.

Memang artha dalam hidup ini perlu namun sesuaikan dengan manfaatnya yang dapat mendorong tercapainya tujuan hidup ini (berdasarkan Dharma), demikian pulan kama. Maka dari itu, para penjahat, para koruptor adalah mereka yang salah menerjemahkan hidup ini, kasihan mereka, menari-nari diatas kesengsaraannya sendiri. Bangga dengan kebodohannya yang berselimutkan kemunafikan.

Saran saya;
Marilah kita secara pelan-pelan menyadari arti dan makna hidup ini, kasihan Sang Hyang Atma terlalu lama terombang ambing dengan kebodohan kita.

Demikianlah pengalaman saya diwaktu pagi buta bulan purnama, semoga ada manfaatnya. S E K I A N.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM.


Foto: PRAHU LAYAR YANG INDAH.

OM SWASTIASTU, OM AWIGNAMASTU NAMOSIDAM.

Di pagi buta saat bulan purnama tepatnya hari Minggu tg 17 November 2013, jam 4 pagi saya bangun dan bersama putra saya pergi ke pantai Saba, mencoba kegemaran saya olah raga rutin setiap pagi, disamping itu saya ingin sekali-sekjali melihat matahari terbit.

Kira -kira jam 5.45, kelihatan warna merah diupuk timur, pelan-pelan merambat naik mewarnai air laut di depannya; Matahari terbit mehilangkan kegelapan, matahari terbit memulai kehidupan. Ayampun berkokok, burung-burung berkicau, menyambut Sang Surya bangun dari istananya. Namun bersamaan dengan itu saya melihat sebuah perahu layar sedang berlayar, mungkin menuju pulau tujuannya entah kemana, disitulah muncul pikiran saya membandingkan hidup ini dengan keberadaan perahu layar yang di kemudikan oleh nelayan tersebut.

Begini;
Dalam hidup ini kita memiliki; bayu, sabda, dan idep, disertai dengan ajaran Dharma (agama), artha, kama,hidup ini mempunyai tujuan dan hidup ini memerlukan sarana seperti artha dan kama.

Bila kita bandingkan dengan perahu layar itu sangat cocok sekali, misalnya; Perahu adalah Dharma, layar itu pikiran manusia, 2 tali layar adalah alat pengendali (stirnya), angin adalah kama, air laut adalah artha, nelayan itu adalah manusia (atma). Pelabuhan keberangkatan perahu itu adalah alam ini, dan pulau tujuannya adalah tujuan hidup kita.

Bila si nelayan ingin mencapai tujuan dari pelayarannya, dia mesti menginginkan angin yang sedikit kencang, untuk mempercepat jalan perahunya, dan si nelayan harus memegang tali kemudi serta mengendalikannya, dan si nelayan perlu air laut untuk landasannya berlayar. Maka tujuan pelayarannya akan bisa tercapai.

Demikian pula manusia; sangat memerlukan artha hanya untuk sebagai landasan hidup, memerlukan kama (angin) sebagai pendorong, memerlukan agama (perahu) sebagai alat untuk menyebrang, dan selalu dan mampu memekang pengendalian pikiran (tali kemudi). Maka tujuan Hidup ini akan dapat tercapai.

Bila manusia tidak tau tentang manfaat artha lalu dia mencari artha sebanyak-banyaknya, dengan segala cara termasuk cara yang dilarang oleh ajaran agama. Sama dengan si nelayan mengisi perahunya dengan air laut yang begitu banyak, maka perahunya akan tenggelam.

Demikian pula dengan kama, ada manusia yang memenuhi kamanya secara membabibuta dan tidak dikendalikan, maka sama dengan nelayan yang memerlukan angin kencang dan tidak mengendalikannya, maka perahunya akan terombang-ambing berputar-putar hingga tenggelam, tujuan perjalan hidupnya tidak tercapai.

Memang artha dalam hidup ini perlu namun sesuaikan dengan manfaatnya yang dapat mendorong tercapainya tujuan hidup ini (berdasarkan Dharma), demikian pulan kama. Maka dari itu, para penjahat, para koruptor adalah mereka yang salah menerjemahkan hidup ini, kasihan mereka, menari-nari diatas kesengsaraannya sendiri. Bangga dengan kebodohannya yang berselimutkan kemunafikan.

Saran saya; 
Marilah kita secara pelan-pelan menyadari arti dan makna hidup ini, kasihan Sang Hyang Atma terlalu lama terombang ambing dengan kebodohan kita.

Demikianlah pengalaman saya diwaktu pagi buta bulan purnama, semoga ada manfaatnya. S E K I A N. 

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM.

Komentar


  1. Judi Sabung Ayam Online Bonus Spesial 100% !

    Di Situs Linkaja88.net Terima Judi Sabung Ayam Pakai Linkaja

    Tersedia Sabung Ayam LIve :
    Sv388
    S109

    *Bonus Spesial Sebesar 100% ( Bila Menang Beruntun )

    Pendaftaran Dan Informasi Selengkapnya Hubungi Kontak Resmi Kami Dibawah ini (Online 24 Jam Setiap Hari) :

    » Nomor WhatsApp : 0812–2222–995
    » ID Telegram : @bolavitacc
    » ID Wechat : Bolavita
    » ID Line : cs_bolavita

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Kerajaan Bali Kuno

Raja-Raja yang Pernah Berkuasa di Bali

Sejarah dan Makna Tari Topeng Sidakarya