SIWA RATRI oleh Ida Pedanda Gede Made Gunung

SIWA RATRI

SIWA RATRI DALAM KONTEKS; SIWA MENCARI SIWA, SIWA BERTEMU SIWA, SIWA KEMBALI KE SIWA.

Om Swastiastu. Om Awignamastu Namosidam. Semoga Sang Hyang Paramasiwa (Tuhan), selalu menyinari pikiran kita.

Tepatnya hari Rabu, tanggal 29 Januari 2014, adalah hari yang amat suci yaitu hari Siwa Ratri. Berbicara tentang Siwa Ratri ditataran permukaan sudah sering kita dengar, kita baca, namun apa intinya Siwa Ratri itu masih belum sering kita dengar atau kita baca. Sebab setiap berbicara tentang Siwa Ratri, yang tersirat dipikiran kita adalah; melek (begadang) semalam suntuk, menebus dosa, sembahyang, jalan-jalan sampai pagi, tidak makan tidak minum dsb. belum terpikirkan oleh kita, MENGAPA KITA MELAKONI SIWA RATRI? UNTUK APA KITA MELAKONI SIWA RATRI?

Sehingga masih ada diantara kita berpura-pura melaksanakan Siwa Ratri namun kenyataannya perilakunya sangat menyimpang, bahkan sangat bertentangan dengan hakekat dari Siwa Ratri itu sendiri. Misalnya; begadang dengan minum-minuman keras, begadang sambil berjudi, begadang sambil mengumbar nafsu dsb.
disini saya sama sekali tidak ada keinginan untuk menyalahkannya, sebab semuanya itu adalah hak mereka/karma mereka, mereka akan menerima pahalanya.

Oleh karena itu pada kesemptan sekarang ini saya ingin menyumbangkan pikiran (Jnana Yadnya ) tentang Siwa Ratri yang berkisar pada judul seperti diatas. Namun tidak terlepas dari babonnya yaitu "LUBDHAKA CERITA". Dengan harapan agar kita semakin mendekati pada makna Siwa Ratri yang sebenarnya, dan menghindari penyalah laksanaan Hari yang amat kita sucikan.

SEPINTAS CERITA LUBDHAKA.

Di dalam cerita Lubdhaka disebutkan; Ada seorang pemburu (hanya berburu), namanya Lubdhaka, setiap hari pekerjaannya BERBURU binatang ke hutan, Yang diburu adalah binatang BESAR-BESAR, seperti GAJAH, HARIMAU, SINGA, di dalam cerita tidak diceritakan dia berburu kelinci dan sejenisnya. Pada suatu hari tepatnya sehari sebelum hari tilem sasih ke pitu (prawaninin tilem kapitu), dia berangkat berburu dipagi buta (kurang lebih jam 6,00 pagi), sampai sore dia berburu, namun nasibnya sangat apes, sebab seekor binatangpun tidak didapati, apalagi didapati melihat binatangpun dia tidak. Setelah hari semakin sore, semakin gelap, dia sampai ditepi kolam, disitu dia menunggu binatang yang kemungkinan akan minum, namun sial juga nasibnya, tidak ada seekor binatangpun yang datang untuk minum. Nah muncullah dipikirannya ketakutan akan binatang buas akan memangsa dirinya dimalam hari. Di situlah si lubdhakan naik ke pohon BILA (pohonnya berduri tajam-tajam), untuk menghindari sergapan binatang buas. Setelah diatas pohon bila dia takut jatuh, nah disitu dia melek sambil MEMETIK DAUN BILA, yang berjumlah 108 sampai pagi. Disitulah daun bila yang dipetik dilemparkannya kedalam kolam dibawahnya, dengan tidak sengaja dan tidak terpikirkan olenya bahwa percikan air telaga yang ditimpa daun bila yang dilempar mengenai sebuah LINGGA (linggih Ida Bhatara Siwa), hal itu diketahui oleh Beliau Dewa Siwa. Singkat cerita keesokan harinya si Lubdaka pulang dengan tangan hampa, lama kelamaan dia sakit dan meninggal. Disaat itulah rokhnya mendapat siksaan oleh Sang Yamabala, karena dia punya dosa membunuh binatang. Namun hal itu diketahui oleh Dewa Siwa maka, rokh Lubdhakapun diselamatkan oleh Ganabala, prajurit Dewa Siwa, selanjutnya diantar menghadap dewa Siwa di Siwaloka, dan Rokh Lubdhaka di terima menyatu dengan Beliau.

SIMPUL-SIMPUL PENTING DALAM CERITA DIATAS.

LUBDHAKA artinya; lub berasal dari kata celub ( di dalam bahasa Indonesia celup ) artinya masuk. Di dalam kitab Tattwa Jnana disebutkan dengan istilah HUTA PROTA. Jadi Sang Hyang Siwatma masuk ( ke jasad manusia ), ini yang saya maksudkan Siwa ( dalam wujudnya sebagai Siwatma ). Dhaka artinya daki (kotor). Sang Hyang Siwatma yang amat suci masuk ketubuh manusia yang penuh dengan kotoran seperti kotoran disebabkan oleh sadripu, oleh sapta timira dsb.

Kemudian BERBURU BINATANG BESAR, artinya bagi mereka yang hidupnya dalam kegelapan, akan berburu kemewahan (harimau), kewibawaan, kekayaan ( gajah ), berburu jabatan (singa), dan yang lainnya sejenis itu, ini disebabkan oleh kegelapan mereka akan makna hidup ini.

Si Lubdhaka tidak dapat apa yang mereka inginkan artinya; seseorang yang berburu tentang keduniawian tidak tercapai. Lalu si Lubdhaka naik ke pohon Bila, artinya dia dengan ketakutan akan phala dari semua dosanya, maka dia sadar sehingga dia mulai membelajarkan diri menaikan/meningkatkan moralitasnya melalu jalan melek (membuka pikiran dan mendapatkan pencerahan), sambil berjapa dengan daun (keinginan) bila, melepaskan satu persatu keinginannya/keterikatannya terhadap keduniawian DALAM KONSEP SIWA MENCARI SIWA, akhirnya dengan tekun. yakin dan desiplin, sehingga tidak disadari akibat dari japanya maka dia bertemu Lingga, SIWA BERTEMU SIWA. Setelah Lubdhaka pulang, kemudian sampai sakit dan meninggal, disitulah dia menikmati pahalanya, diampuni dan diterima oleh Beliau Dewa Siwa, SIWA KEMBALI KEPADA SIWA.

Jadi saat Siwaratri bukan hanya sekedar melek dalam artian jasmani, yang lebih ditekankan adalah melek di dalam rokhani. Sehingga nilai-nilai Siwaratri itu harus dihayati setiap hari dan dipraktekkan dengan yakin, tekun, serta disiplin. Nah disaat hari Prewani Tilemin sasih kepitu, kita melakukan serimonialnya.
Menurut hemat saya memahami makna Siwaratri adalah; Siwaratri itu tidak lain sebuah ajaran yang dituwangkan dalam sebuah kisah, sehingga cepat dapat dimengerti dan dipahami, untuk menuntun kita mencapai tujuan Hidup yaitu "Moksartam".

Alangkah mulianya ajaran tersebut, maka dari itu marilah kita pahami dan lakoni dengan tetap pada batasan kesopanan beretika, kesusilaan, untuk menjaga kesuciannya. Banyak orang mengatakan hari Siwaratri itu adalah hari penebusan Dosa, ya ini boleh-boleh saja dalam tataran pemikiran pemula, namun jika kita mendalami ajaran agama Hindu yang saya tau PENEBUSAN DOSA itu rasanya tidak ada, mungkin itu kata serapan. Makanya dalam guyonan saya sering mengatakan; AGAMA HINDU TIDAK MENGAJARKAN MENEBUS DOSA, SEBAB BILA KITA MENEBUS DOSA KITA AKAN MENDAPAT DOSA, KARENA BILA ADA ORANG NEBUS BPKB, DIA AKAN MENDAPATKAN BPKB. 

Dasar saya berseloroh demikian adalah mengingat cerita Swarga Rokhanika Parwa, disaat sang Yudhistira tenggelam sepergelangan kakinya di neraka (kawah), karena dosanya waktu Baratayudha membilang (berbohong) bahwa Aswatama Mati di depan Gurunya Bhagawan Drona. 

KE MANA DAN BAGAIMANA SAAT SIWARATRI.

Hari Siwaratri telah dikenal dan terkenal utamanya dikalangan umat Hindu, namun masih dalam tataran mengenal " belum melakoni dengan baik ", walaupun sudah ada yang melakoni dengan khusuk, namun masih banyak yang hanya ikut-ikutan. Ada yang melakoni Siwaratri itu dengan bersepeda motor berbanyak menggunakan knalpot broong, ada yang menuju tempat sepi hanya berdua dengan yang mereka senangi, ada yang duduk-duduk di jalan sehingga menghambat orang berlalu lintas, dan yang paling parah adalah ada yang sambil meminum minuman keras (mabuk mabukan). Disini saya tidak menyalahkan, sebab saya sadar kapasitas saya bukan tukang salahin, karena di alam ini selalu ada dua hal yang bertolak belakang, oleh karena itu mereka yang melakoni seperti itu mungkin sedang melakoni BHUTARATRI. Sebab ada Dewa, ada Bhuta. Oleh karena itulah disini saya akan menulis " KE MANA DAN BAGAIMANA SAAT SIWARATRI " dengan harapan semakin tahun semakin menjadi bermakna Siwaratri itu bagi kehidupan kita. Tulisan ini bersumber dari kitab Bratha Siwaratri. Mungkin ada sumber lain yang menulis berbeda, namun jangan perbedaannya yang dipertdebatkan apalagi dipertentangkan, mari kita cari maknanya, pasti tidak akan berbeda, semuanya mengarahkan kita untuk mendapatkan rasa dari Siwratri itu sendiri.

Ke mana saat Siwaratri:

Pagi kira - kira jam 6 pagi atau galang tanah pada saat hari Siwaratri; Kita harus asuci laksana, mandi, keramas selengkapnya, lalu metirtha ( bila punya tirtha dari Wiku ), bila tidak boleh menggunakan air bungkak kelapa gading, kemudian sembahyang di merajan. Setelah itu, bagi yang tidak bekerja atau yang tidak melakukan kegiatan, lanjutkan sembahyang kepura (Kahyangan Tiga). Bagi yang kerja silahkan bekerja seperti biasa, namun tidak terlepas dari persyaratan Siwaratri (pengendalian pikiran salah satunya ). Setelah siang hari lagi sembahyang, di sore hari lagi sembahynag. Hal ini bisa dilakukan di rumah sendiri dan bisa di pura secara bersama-sama. Di Pura mana saja boleh, namun sebaiknya di Pura Dalem. Bila ada program pemusatan pelaksanaan Siwaratri oleh siapa saja (Desa atau Pemerintah) kalau berkenan ikut bisa ikut bersama. Bisa juga dengan menyepi sendirian.

Bagaimana saat Siwaratri;

Saat Siwaratri, kita harus melek ( tidak tidur selama 36 jam ) mulai jam 6 pagi pada hari "H", sampai jam 6 sore besoknya, bila tidak mampu karena sesuatu dan lain hal, lakukan melek selama 24 jam, bila tidak mampu, lakukan 12 jam di malam hari saja, namun yang paling penting lakukan melek rokhani selama Hidup kita. Sambil melek untuk menghalau kantuknya, baca buku kerokhanian, atau berdiskusi tentang kerokhanian, atau berjapa.
Bila ada yang mau lebih lagi, bisa melakukan upawasa, dan mono, selama waktu yang kita mampu sesuai denga keterangan di atas. Atau upawasa saja, mungkin hanya melek saja semalam suntuk boleh juga. Jangan memaksakan diri, sesuaikan dengan kemampuan masing-masing, disini tidak ada memaksa, dan kita tidak berlomba secara sekala, namun secara niskala boleh berkompotisi.

Jadikan Siwaratri ini sebagai kebutuhan hidup untuk menuju tujuan hidup kita, dan lakoni siwaratri itu dengan slogan: DARI KITA OLEH KITA DAN UNTUK KITA. Sebab urusan manusia dengan Tuhannya itu hal yang amat pribadi. Saran saya jangan sampai kita memiliki pikiran atau tidak akan berprilaku, dan berbicara yang sampai menodai hari Suci Siwaratri itu. Kalau tidak kita yang menjaga kesucian itu, siapa lagi? Ini merupakan kesempatan emas yang kita dapati dari ajaran Tuhan Yang Maha Kasih dan Maha Penyayang.

Lakukanlah Siwaratri itu mulai dari kesadaran diri sendiri, tidak ada yang akan bisa membantu kita melepaskan diri dari keterikatan dengan hal-hal yang negatif menurut pandangan agama, selain diri kita sendiri, dan tidak ada yang mampu menciptakan diri kita mau jadi apa?, selain dimulai dari diri kita sendiri. Jangan menunggu orang lain.
Terima kasih atas perhatian saudara. Semoga Hindu yang kita cintai semakin bersinar dapat memberikan pencerahan kepada alam serta isinya. 

SELAMAT BER-SIWARATRI YANG BENAR DAN PATUT.
Demikanlah tulisan singkat saya tentang Siwaratri semoga ada manfaatnya.

Om Shantih, Shantih, Shantih Om.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Kerajaan Bali Kuno

Raja-Raja yang Pernah Berkuasa di Bali

Sejarah dan Makna Tari Topeng Sidakarya